CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Selasa, 31 Mac 2009

Akhlak Juru Dakwah - Sikap Halus Dan Sabar





Akhlak Juru Dakwah - Sikap Halus Dan Sabar
Dikutip dari buku: Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu anil Munkar
karya Ibnu Taimiyah


Amar ma’ruf nahi munkar harus dengan cara halus. Rasulullah saw bersabda:
“Allah bersifat sangat halus, menyukai sikap halus dalam
semua urusan; dan Dia memberi karena sikap halus itu, sesuatu yang tidak akan Dia berikan karena sikap kasar” [HR Muslim]
Juru dakwah (yg melakukan amar ma’ruf nahi mungkar) harus bersifat hilm dan tabah (sabar) terhadap setiap gangguan - sebab ia mesti menemui gangguan. Jika tidak hilm dan sabar, akan lebih banyak membawa mafsadat daripada maslahat.
Dalam kisah Al Qur’an, Luqman berkata kepada puteranya:
“Hai anakku, dirikan sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yg ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar, dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” [QS 31:17]
Karena itu Allah menyuruh bersabar kepada para RasulNya (pemimpin amar ma’ruf nahi mungkar) seperti firmanNya kepada RasulNya terakhir - bahkan disertai dengan penyampaian risalah.
Firman Allah yang merupakan pengangkatan terhadap Muhammad sebagai RasulNya adalah surat Al Mudatsir yang diturunkan sesudah Al ‘Alaq. Sedang dengan Surat Al ‘Alaq, beliau diangkat sebagai Nabi. Dalam surat Al Mudatstsir itu Allah berfirman:
“Wahai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berikan peringatan. dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah.” [QS 74:1-7]
Allah memulai ayat-ayat risalah (kerasulan)-Nya kepada makhluk dengan menyuruh memberi peringatan, dan mengakhirinya dengan menyuruh sabar.
Allah berfirman:
“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan kami...” [QS 52:48]
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhi mereka dengan cara baik.” [QS 73:10]
“Maka bersabarlah kamu seperti bersabarnya orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari para Rasul..” [QS 46:35]
“Maka bersabarlah kamu (wahai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan jangan kamu seperti orang yang berada dalam” (perut) ikan (Nabi Yunus)...” [QS 68:48]
“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah, dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan” [QS 16: 127]
“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada
menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan.” [QS 11:115]

Karena itu, dalam tugas kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar harus ada 3 perkara :
ilmu, halus dan sabar.
Ilmu harus sudah dimiliki sebelum melakukan tugas kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar, Sikap halus harus bersamaan dengan pelaksanaan tugas, dan sifat sabar sesudah pelaksanaan tugas, meski sebenarnya ketiganya harus ada dalam semua keadaan. hal tersebut -sebagaimana bersumber dari atsar dari sebagian orang-orang salaf yang diriwayatkan secara marfu’- diriwayatkan oleh Al Qodhi Abu Ya’la dalam kitab Al-Mu’tamad:
“Tidak boleh melakukan amar ma’ruf nahi munkar kecuali orang yang paham (punya ilmu) tentang apa yang ia suruhkan, paham tentang apa yang ia cegah, bersikap halus dalam apa yang ia suruh dan cegah, dan bersifat hilm (sabar) dalam apa yang ia suruh dan cegah.”
Dan ketahuilah, disyaratkan ketiga itu dalam amar ma’ruf nahi mungkar merupakan sesuatu yang menimbulkan kesulitan terhadap orang banyak. Maka disangka bahwa dengan itu kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar gugur dari mereka, hingga mereka tidak melakukannya. Terkadang yang demikian bisa memberi mudharat lebih banyak daripada mudharat yang ditimbulkan oleh amar ma’ruf nahi mungkar tanpa syarat itu, atau terkadang mudharatnya lebih sedikit. Sebab meninggalkan perintah wajib adalah maksiat, dan mengerjakan apa yang dilarang Allah, juga maksiat. maka orang yang pindah dari satu maksiat ke maksiat lain, bagai orang mencari perlindungan dari tanah yang sangat panas kepada api, atau seperti orang pindah dari satu agama sesat ke agama lain yang sesat pula. Terkadang yang kedua lebih buruk daripada yang pertama, bahkan sebaliknya, atau keduanya sama.
Maka bisa jadi Anda mendapatkan orang yang melalaikan amar ma’ruf nahi mungkar dan orang yang melampaui batas, kadang dosa yang satu lebih besar, bahkan dosa lainnya lebih besar, atau kedua-duanya sama.

Isnin, 30 Mac 2009

Anak Soleh


Nabi Musa adalah satu-satunya Nabi yang boleh bercakap terus dengan Allah SWT. Setiap kali dia hendak bermunajat, Nabi Musa akan naik ke Bukit Tursina. Di atas bukit itulah dia akan bercakap dengan Allah SWT. Nabi Musa sering bertanya dan Allah SWT akan menjawab pada waktu itu juga. Ini lah kelebihannya yang tiada pada nabi-nabi lain. Suatu hari Nabi

Musa bertanya kepada Allah SWT...

“Ya Allah siapakah orang yang di syurga nanti akan berjiran dengan aku ?”

Allah SWT menjawab dengan mengatakan nama orang itu, kampung serta tempat tinggalnya. Setelah mendapat jawapan Nabi Musa turun dari bukit dan terus berjalan menuju ke tempat yang diberitahu.

Setelah beberapa hari dalam perjalanan akhirnya beliau sampai ke tempat berkenaan. Dengan pertolongan beberapa penduduk di situ beliau berjaya bertemu dengan orang tersebut. Setelah memberi salam beliau dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu. Tuan rumah tidak melayan Nabi Musa dan terus masuk ke bilik dan melakukan sesuatu. Sebentar kemudian dia keluar sambil membawa seekor khin’zir betina yang besar dan didokong dengan cermat. Nabi Musa terkejut dan bertanya “Apa hal ini ?” di dalam hatinya penuh kehairanan. Khin’zir itu dimandikan dan dibersihkan dengan baik, dikeringkan, dipeluk dan diciumnya. Selepas itu orang tersebut membawa keluar pula seekor khin’zir jantan dan dilakukan serupa dengan khin’zir betina tadi.

Setelah selasai tugasnya, barulah orang itu melayan Nabi Musa dan lalu bertanya,

“Wahai saudara, apa agama kamu ?”.

“Tauhid agamaku”, jawab orang itu iaitu agama Islam.

“Mengapa kamu membela khin’zir, kita dilarang berbuat begitu”, kata Nabi Musa.

“Wahai tuan hamba, sebenarnya kedua-dua ekor khin’zir itu adalah kedua ibu-bapaku”, terang orang itu. “Oleh kerana kedua-dua mereka telah melakukan dosa besar, Allah SWT

telah menukarkan rupa mereka kepada khin’zir. Soal dosa mereka dengan Allah adalah urusan mereka dan urusan Allah. Aku sebagai anaknya akan berbakti dan tetap melaksanakan kewajipan sebagai anak sepertimana yang tuan hamba lihat tadi walaupun mereka telah bertukar menjadi khin’zir”, jelas dengan orang itu lagi.

“Setiap hari aku berdoa kepada Allah SWT agar dosa mereka diampunkan serta menukarkan wajah mereka seperti manusia biasa”, tambah orang itu lagi. Maka ketika itu juga Allah SWT menurunkan wahyuNya kepada Nabi Musa.

“Wahai Musa inilah orang yang akan berjiran dengan kamu di syurga nanti, daripada hasil baktinya yang terlalu tinggi kepada kedua ibu-bapanya, walau pun telah berubah kepada khin’zir. Oleh itu Kami naikkan maqamnya sebagai anak yang soleh di sisi Kami. Oleh kerana dia telah berada dimaqam anak yang soleh disisi Kami, maka Kami makbulkan doanya.”

Itulah berkat doa anak yang soleh. Doa anak yang soleh dapat menebus dosa kedua ibu-bapa. Walau macam mana buruk kedua ibu-bapa dan dosa kedua ibu-bapa kita, itu adalah bukan urusan kita. Urusan kita ialah menjaga mereka dengan penuh kasih sayang sepertimana mereka menjaga kita sewaktu masih kecil lagi hinggakan dewasa. Walau banyak mana dosa yang dilakukan, urusan kita ialah memohonkan ampun kepada Allah SWT, semoga mendapat tempat di akhirat dan alam kubur. Erti kasih sayang kepada ibu bapa bukanlah wang ringgit, cukuplah dengan doa agar mendapat tempat di sisi Allah SWT.